DETERMINAN CREDIT RATIONING: SEBUAH STUDI PEKERJA FORMAL DAN PEKERJA INFORMAL DALAM MEMPEROLEH KREDIT - M. Abdul Rohman, SE, M.Sc(candidat)

DETERMINAN CREDIT RATIONING: SEBUAH STUDI PEKERJA FORMAL DAN PEKERJA INFORMAL DALAM MEMPEROLEH KREDIT



Muhammad Abdul Rohman (1506679211)
Pertumbuhan kredit baru mengalami perlambatan pada kuartal III tahun 2017 dibandingkan kuartal sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 77,9% atau lebih rendah dari 83,4% pada kuartal sebelumnya terutama dipengaruhi oleh terbatasnya kebutuhan pembiayaan dari nasabah. Padahal pada kuartal IV 2017, rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh bank atas dana nasabah yang ditempatkan atau Cost of Fund (CoF) dalam rupiah diperkirakan turun 4 bps dari bulan sebelumnya menjadi sebesar 5,94%. Sementara itu, biaya dana yang dioperasikan oleh perbankan untuk memperoleh pendapatan atau Cost of Loanable Fund (CoLF) diperkiraakan turun 18 bps menjadi 9,47%. (fahmar sandy, 2017)  Fenomena ini tentu banyak penyebab yang dapat jelaskan, faktor dalam maupun faktor luar dari bank. Perlambatan  ini juga dapat dijelaskan dengan teori credit rationing yaitu teori yang menunjukkan ketika sebuah bank atau pemberi pinjaman membatasi jumlah dana yang tersedia untuk peminjam, sehingga hal ini dapat mengakibatkan fenomena perlambanan pertumbuhan dari tingkat kredit di Indonesia. 
Sementara itu, fenomena perlambatan kredit ini juga di ikuti oleh penurunan jumlah pengangguran di Indonesia, menurut data BPS meningkatnya angkatan kerja terjadi lantaran geliat lapangan kerja di sektor informal meningkat. Pada saat yang sama, jumlah pekerja di sektor formal justru menurun 0,75 persen. penurunan jumlah pengangguran dan meningkatnya angkatan kerja terjadi lantaran geliat lapangan kerja di sektor informal meningkat. Pada saat yang sama, jumlah pekerja di sektor formal justru menurun 0,75 persen. Pada Februari 2017, pekerja informal sebesar 58,35 persen. Jadi, sebagian besar pekerja terserap di sektor informal, sedangkan sektor formal hanya 41,65 persen, Secara rinci, jumlah pekerja di sektor informal mencapai 72,67 juta orang. Sedangkan, di sektor formal, jumlah pekerjanya turun dari 50,21 juta orang menjadi 51,87 juta orang pada Februari 2017 (Fauzi, 2017).  tentu hal ini menjadi fenomena menarik, peranan kredit pada pekerja informal sangat penting, sehingga  perkembangan pekerja informal atas kontribusi adanya kredit. Fenomena akhir-akhir ini menarik perhatian penulis untuk meneliti bagamana theory credit rationing ini menjelaskan fenomena yang ada.
Model Credit Rationing memiliki banyak fitur yang sama dengan model Financial Accelerator. Model-model ini menekankan pentingnya informasi asimetris dan heterogenitas peminjam dan pemberi pinjaman. Karena pemberi pinjaman memiliki informasi yang tidak sempurna tentang peminjam, selalu ada ketidakpastian mengenai risiko default yang memaksa pemberi pinjaman untuk membentuk ekspektasi risiko default terkait dengan si peminjam. Model credit rationing yang mendapatkan perhatian khusus dari para ekonom dikembangkan oleh (Kiyotaki, 1998). Di dalam model ini, pemberi pinjaman membutuhkan seluruh pinjaman yang mereka berikan di back up dengan angunan, memaksa batas kredit yang peminjam bisa di ambil seimbang dengan nilai total dari asset yang para peminjam miliki. (Jika angunan membutuhkan kurang dari 100 persen pinjaman, batas kredit masih memiliki peran penting,tapi kecil yang berdampak pada kredit). Dengan kondisi demikian, itu tidak merubah aliran arus kas atau nilai kekayaan bersih yang merubah batas kredit yang bisa diambil oleh peminjam, tapi itu merubah harga dari aset peminjam akibat dari pengetatan atau pelonggaran batas kredit tersebut.(Knoop, 2008) 
Dengan memodifikasi model yang digunakan oleh Nuryartono (2007,) Maure, Azam, Biais, Dia, & Christine,(2001); Richard, H. Adams, (1996); Zeller, (1994),  Penulis mencoba membuat penelitian dengan menggunakan data IFLS 5. Adapun analisis data yang digunakan adalah model analisis logit. Berikut adalah hasil  estimasi logit:

Tabel Credit Contrain pekerja Formal Dan Informal
Dependen ( dummy : 1:ditolak credit,0:tidak pernah ditolak)


(1)
(2)
(3)
(4)
VARIABLES
Definisi
Formal
Marginal effect Formal
Informal
Marginal effect Informal
age_fath
Usia ayah 
-0.0120***
-0.000337***
0.0329***
0.000878***


(0.00250)
(6.97e-05)
(0.00278)
(6.78e-05)
Educyr
Lama pendidikan ayah
0.0193**
0.000544**
0.103***
0.00274***


(0.00760)
(0.000213)
(0.00941)
(0.000234)
ln_income
Pendapatan perbulan 
-0.338***
-0.00952***
-0.351***
-0.00936***


(0.0327)
(0.000893)
(0.0328)
(0.000844)
size_family
Jumlah anggota keluarga
-0.111***
-0.00311***
0.0672***
0.00179***


(0.0271)
(0.000756)
(0.0249)
(0.000662)
asset_vehiclet
Dummy: 1:punya 0 :
tidak
0.504***
0.0142***
-0.397**
-0.0106**


(0.110)
(0.00307)
(0.168)
(0.00446)
Landfarm
Dummy: 1:punya 0 :
tidak
-0.529***
-0.0149***
-0.316***
-0.00841***


(0.101)
(0.00281)
(0.0824)
(0.00217)
Constant
Intersep
2.998***

-0.180



(0.546)

(0.514)

Observations

28,921
28,921
19,897
19,897
Standard errors in parentheses
*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1
Sumber: data IFLS  5 diolah penulis
Model yang digunakan terdiri dari dua model, model pertama  adalah  model untuk para pekerja formal. Pada model ini mencoba mengestimasikan faktor apa yang memengaruhi pekerja formal terkendala dalam memperoleh kredit atas aplikasi teori credit rationing. Pada tabel diatas menunjukkan bahwa usia kepala keluarga, pendapatan, ukuran keluarga,dan kepemilikan tanah pertanian berhubungan negatif dengan kemungkinan kreditor formal mendapatankan kredit. Peningkatan pendapatan pekerja formal  mengurangi hambatan mereka untuk mendapatkan kredit, Pada  ukuran keluarga berhubungan negatif dengan hambatan mendapatan kredit, hal ini terjadi karena pekerja formal memiliki gaji yang tetap sehingga memaksa mereka untuk mencari pekerjaan sampingan, kemudian ketika pekerja formal yang memiliki anggota keluarga yang banyak akan membantu dalam pekerjaan sampingan tersebut, pada akhirnya bank akan lebih mudah memberikan kreditnya kepada pekerja formal tersebut. Kemudian tingkat pendidikan yang tinggi justru malah menambah hambatan mereka mendapatkan kredit, hal ini dapat dimungkinkan dalam keluarga yang berpendidikan tinggi,  bank  akan cenderung  menghindari karena akan lebih sulit bank untuk menawarkan kredit yang diinginkan oleh para pekerja formal yang memiliki pendidikan tinggi. Para pekerja formal yang  memiliki  kendaraan ( asset_vehicle) justru akan sulit kemungkinan  mendapatkan  kredit, karena alat transprtasi ini tidak dapat dijadikan kolateral. Sedangkan kepemilihan tanah untuk pertanian dapat diterima sebagai kolateral. 
Model yang kedua adalah untuk  pekerja informal, pada model ini mencoba mengestimasikan kemungkinan  apa saja yang mempengaruhi para pekerja informal kesulitan mendapatkan kredit. Usia kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga, ukuran keluarga secara signifikan menambah  hambatan pekerja informal untuk memperoleh kredit. Pada kasus ini, mencoba untuk membahas mengapa usia yang sudah cukup tua pada pekerja informal sulit untuk mendapatkan kredit. Usia kepala keluarga yang sudah tua, menjadikan pihak lembaga keuangan berfikir dua kali untuk memberikan kredit karena kekawatiran pihak lembaga keuangan akan kredit macet/gagal bayar. Lalu peningkatan pendapatan,  pendidikan, ukuran keluarga, memiliki hubungan negatif  terhadap kemungkinan credit constrain.   serupa pada kasus pekerja formal bahwa lembaga keuangan cenderung melihat kharakteristik dari calon nasabahnya, semakin rendah pendidikan semakin mudah lembaga keuangan menawarkan kepada calon kreditor. 
Bank akan memberi kredit kepada pekerja formal dan informal dengan perbedaan perlakuan dengan  pertimbangan  usia kepala keluarga, ukuran keluarga dan kepemilikan kendaraan. Pada usia kapala rumah tangga yang tua  bank akan cenderung memberi kepada pekerja formal, sedangkan ukuran keluarga yang besar bank juga cenderung memilih pekerja formal, namun justru ketika pekerja informal memiliki asset kendaraan, bank cenderung memilih pekerja informal dalam memberikan kreditnya. Demikian hasil analisis ini, tentu banyak kekurangan dari penelitian ini,  kami berharap terjadi keberlanjutan  dalam mengkaji  didalam dua sektor tersebut.

Kesimpulan 

Lembaga keuangan dalam mencari calon kreditor pada  pekerja formal dan informal memiliki perlakuan yang beda-beda, sesuai teory yang ungkapkan oleh (Stiltz & Weiss, 1981)  hal ini dilakukan agar terhindar dari asymetric information (adverse selection dan morald hazard) pada akhirnya upaya untuk mengurangi resiko kredit macet dan  gagal bayar. 

DAFTAR PUSTAKA

fahmar sandy, K. (2017). Pertumbuhan Kredit Baru Melambat di Kuartal III/2017. Retrieved October 20, 2017, from https://ekbis.sindonews.com/read/1248519/178/pertumbuhan-kredit-barumelambat-di-kuartal-iii2017-1508066010
Fauzi, Y. (2017). Geliat Sektor Informal Dongkrak Angkatan Kerja. Retrieved October 20, 2017, from https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170505134241-92-212545/geliat-sektor-informaldongkrak-angkatan-kerja/
Kiyotaki, N. (1998). Credit and Business Cycles. The Japanese Economic Review, 49(1), 18–35. https://doi.org/10.1111/1468-5876.00069
Knoop, T. A. (2008). Modern Financial Macroeconomics: Panics, Crashes, and Crises. Blackwell Publishing. Australia.
Maure, J., Azam, P., Biais, B., Dia, M., & Christine. (2001). Informal and formal credit markets and credit rationing in côte d’ivoire. Review Literature And Arts Of The Americas, 17(4).
Nuryartono, N. (2007). Credit Rationing Of Farm Households And Agricultural Production: Empirical Evidence In The Rural Areas Of Central Sulawesi, Indonesia. Jurnal Manajemen & Agribisnis, 4(1), 15–21. https://doi.org/10.17358/JMA.4.1.15-21
Richard, H. Adams, J. (1996). Determinants Of Credit Rationing: A Study Of Informal Lenders And Formal Credit Groups In Madagascar. FCND Discussion Paper, (17), 30.
Stiltz, J. E., & Weiss, A. (1981). Credit Rationing in Market With Imperfect Information. The American Economic Review. Retrieved from http:/links.jstor.org
Zeller, M. (1994). Determinants of credit rationing: A study of informal lenders and formal credit groups in Madagascar. World Development, 22(12), 1895–1907. https://doi.org/10.1016/0305750X(94)90181-3